Kamis, 14 Maret 2013
Kamis, 18 Oktober 2012
Selasa, 19 Juni 2012
SOLUSI KECIL MELAWAN KETERTINGGALAN SEBAGIAN BESAR MASYARAKAT NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) : BAGIAN 2
Oleh
Gregorius Mosed Karhindra, ST
Berdasarkan
pengalaman saya ke desa Taen Terong, kecamatan Riung, kabupaten Ngada, provinsi
Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bulan Mei 2012.
Melihat dan mengalami langsung hidup bersama masyarakat desa yang tidak
terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), pasokan air
bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jalan yang belum diaspal, dsb.
Ketika
berdiskusi dengan beberapa warga desa Taen Terong, saya mengetahui begitu
banyak solusi yang sudah dipikirkan untuk mengatasi keterbatasan, seperti
membangun saluran air ke setiap rumah, dsb. Tetapi begitu banyak solusi yang
tidak bisa dilakukan karena terbentur masalah dana.
Sampai
tahun 2012 dan entah sampai kapan, Indonesia masih dicengkeram korupsi. Jadi
jika bantuan dari para donatur untuk masyarakat pedesaan dan terpencil dalam
bentuk dana (uang tunai) atau dengan kata lain ‘roti 1 pan’ maka dalam
‘perjalanan’ menuju ‘sasaran’ tidaklah mengherankan jika ‘digigit’. Dan ketika
sampai ke masyarakat pedesaan dan terpencil sudah dalam bentuk ‘remah’ bahkan
tidak ada sama sekali.
Jika
memang harus dalam bentuk dana maka sebaiknya harus melalui orang kepercayaan
donatur.
Jika
tidak dalam bentuk dana maka baiklah para donatur membantu dengan membelikan
barang – barang, misalnya selang, pipa dan pompa air untuk membangun saluran
air dari mata air / sumur ke rumah warga.
Kebutuhan
yang paling mendesak adalah sarana jalan umum yang baik (sudah diaspal) agar memudahkan transportasi. Sehingga hasil
bumi bisa mudah dijual untuk bisa mendapatkan dana.
Untuk
membangun jalan, dibutuhkan dana yang besar > Rp. 100 juta. Tentulah ini
berat dilakukan.
Solusi
kecil lain yang paling mudah, yang saya tawarkan dalam kesempatan ini adalah
membangun perpustakaan sederhana. Perpustakaan sederhana yang berisikan buku –
buku sekalipun bekas pakai, yang bisa membuat masyarakat pedesaan dan terpencil
bisa mengetahui cara untuk mengembangkan diri dengan lebih baik.
Contohnya:
buku – buku pelajaran (Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, IPA, IPS,
Olahraga, Kesenian, dsb) untuk anak sekolah, buku – buku cara membangun
pembangkit listrik sederhana dengan teknologi energy terbarui (renewable
energy), buku – buku kesehatan, buku – buku cara beternak sapi / kerbau / kuda
/ ayam / ikan lele / kambing / domba, dst, buku – buku cara merawat mesin
traktor / perontok padi, dst, buku – buku pertanian, dan buku – buku
pengembangan diri lainnya.
LITTLE SOLUTION AGAINST THE MOST BACKWARDNESS OF EAST NUSA TENGGARA (NTT) : PART 2
By Gregorius Mosed Karhindra, ST
Based on my experience to the village Taen Terong, sub Riung, Ngada regency, East Nusa Tenggara province, Republic of Indonesia, in May 2012. See and experience life directly with villagers who are not served by electricity supply from PLN (Perusahaan Listrik Negara / State Electricity Company), the supply of clean water from PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum / Regional Water Company), have paved roads, etc.
When discussing with several villagers Taen Eggplant, I know so many solutions that have been devised to overcome the limitations, such as building a water channel to every house, and so on. But so many solutions that can not be done due to hit the fund.
Until 2012 and who knows how long, Indonesia is still gripped by corruption. So if assistance from donors for rural and remote communities in the form of money (cash) or in other words 'bread pan 1' then the 'journey' towards the 'target' is not surprising that 'bite'. And when it comes to rural and remote communities are in the form of 'crumbs' does not even exist at all.
If
you do have the funds then you should go through the trust donors.
If not in the form of grants, as well as from donors to help by buying items such as hoses, pipes and pumps water to a canal from the spring / well to the house residents.
The most urgent needs is a good means of public roads (already paved) to facilitate transport. So that the agriculture products could easily be sold to get funds.
To
build a road, requires substantial funds > Rp. 100 million. This must have
been hard to do.
Another small solution of the easiest, I offer this opportunity is to build a simple library. Simple library that contains books - even second-hand books, which can make rural and remote communities can find ways to develop themselves better.
Examples:
textbooks (Math, English, Indonesian, Science, Social, Sports, Arts, etc.) for students,
the books of to build simple power plants with renewable energy technologies
(renewable energy), medical books , the books of how to raise cattle / buffalo
/ horse / chicken / catfish / goat / sheep, etc., the books to take care of the
machine tractor / thresher rice, etc., the books of agriculture, and the other
of self-improvement books.
In conclusion, there are so many ways to share the love that could be done in advance to those who are blessed by God with an abundance of funds.
MY JOURNEY : THEY REALLY THERE AND FIGHT AGAINST IT
By Gregorius Mosed Karhindra, ST
Based on my experience to the village Taen Terong, sub Riung, Ngada regency, East Nusa Tenggara province, Republic of Indonesia, in May 2012. See and experience life directly with villagers who are not served by electricity supply from PLN (Perusahaan Listrik Negara / State Electricity Company), the supply of clean water from PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum / Regional Water Company), have paved roads, etc.
Living with villagers TaenTerong even if only for a week, I could also feel the weight of life's challenges everyday to be served the community.
In real life - the day, the villagers fought against it, such as:
The
absence of service from PLN (cheap power
source), making many villagers use oil lamps for lighting sources to activities
in the evening.
There really are able
to buy a generator set (genset) as a solution to overcome the absence of a
power source, but with limited funding, this solution only for a few hours. As
well as Solar Cell, but only for a few hours and little power.
Most of the villagers who live in poverty, using oil lamps as the main source of lighting. This means that they must fight against the dim light can damage the health of the senses of vision as well as the sense of breathing. If you do not believe, PROVE BY YOURSELF ...!
Most of the villagers who live in poverty, using oil lamps as the main source of lighting. This means that they must fight against the dim light can damage the health of the senses of vision as well as the sense of breathing. If you do not believe, PROVE BY YOURSELF ...!
The absence of service from PDAM (water source), makes the villagers rely on springs / wells that were located far away from home (can be> 100 m) for drinking and whatnot. With distance from water sources, meaning that required more effort and time to bring it home. For kids who are students who go to reach their dreams, this is a serious problem for time to study in order to understand the subject matter found in the school. Because the activity is carried out to draw water when the sun is illuminating the earth, meaning that the kids get ready to face an oil lamps in the evenings for study time.
The absence of good public roads (already paved). Until May 2012, the condition of dirt roads and rocky, making transportation of goods both crops and humans, it becomes very difficult to travel. Moreover, if during the rainy season.
Scarcity of adequate public transportation such as bemo, buses and trucks. If anything, just passing at certain hour or rented to transport agricultural products.
The damn accursed who deceived, who come either under the guise of an individual or NGO (Non Governmental Organization) is requesting data and money in order to receive assistance from the donator. Once the money and the data obtained, kept the damn accursed like lost in the earth. It is not surprising that the data and the poverty of the villagers, 'sold' by the damn accursed to cheat in order to get funds from donors.
Prospective
officials or local officials, which promises the empty hopes about these
infrastructure improvements, or to the welfare of society.
Far
from the General Hospital, pharmacy or medical personnel. On the positive side,
forcing residents to become a doctor for themselves or have an attitude of
surrender to God's great if you have severe pain, such as a poisonous snake
bite.
And so forth.
And so forth.
As a conclusion, they, the people who live with the limitations, are fighter. And also let their eyes (people living with limitations) to see the damn accursed who 'sell' their backwardness and poverty for the prosperities, without even the slightest share with them, experiencing plagues of God, like ALL TYPES OF CANCER, STROKE AND OTHER DEADLY DISEASES.
PERJALANANKU : MEREKA SUNGGUH DI SANA DAN BERJUANG MELAWAN ITU
Oleh Gregorius Mosed Karhindra, ST
Berdasarkan
pengalaman saya ke desa Taen Terong, kecamatan Riung, kabupaten Ngada, provinsi
Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bulan Mei 2012.
Melihat dan mengalami langsung hidup bersama masyarakat desa yang tidak
terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), pasokan air
bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jalan yang belum diaspal, dsb.
Hidup
bersama masyarakat desa Taen Terong walaupun hanya untuk 1 minggu, saya bisa
turut merasakan beratnya tantangan hidup sehari – hari yang harus dijalani masyarakat.
Ketiadaan pelayanan dari PLN (sumber listrik yang murah), membuat masyarakat desa banyak yang menggunakan lampu minyak sebagai sumber penerangan untuk beraktifitas di malam hari.
Benar
ada yang mampu beli generator set (genset) sebagai solusi mengatasi ketiadaan
sumber listrik, tapi dengan dana yang terbatas, solusi ini hanya untuk beberapa
jam. Juga Solar Cell tapi sama hanya untuk beberapa jam dan dayanya kecil.
Sebagian besar
masyarakat desa yang hidup dalam kemiskinan, menggunakan lampu minyak sebagai
sumber penerangan utama. Artinya mereka harus berjuang melawan redupnya cahaya
yang bisa mengganggu kesehatan indera penglihatan sekaligus indera pernafasan. Jika
tidak percaya, BUKTIKAN SENDIRI...!!!Ketiadaan pelayanan dari PDAM (sumber air bersih), membuat masyarakat desa mengandalkan mata air / sumur yang jaraknya jauh dari rumah ( bisa > 100 m) untuk minum dan yang lainnya. Dengan jarak yang jauh dari sumber air, artinya diperlukan tenaga dan waktu yang lebih untuk membawanya ke rumah. Bagi anak – anak yang bersekolah untuk menggapai cita – citanya, ini adalah masalah serius untuk waktu belajarnya agar bisa memahami materi pelajaran yang didapatkan di sekolah. Karena kegiatan menimba air ini dilakukan saat matahari masih menerangi bumi, artinya anak – anak bersiap – siap menghadapi lampu minyak di malam hari untuk waktu belajarnya.
Ketiadaan jalan umum yang baik (sudah diaspal). Sampai Mei 2012, kondisi jalan tanah dan berbatu, membuat transportasi, baik barang hasil bumi dan manusia, menjadi susah sekali untuk melakukan perjalanan. Apalagi jika saat musim hujan.
Para jahanam terkutuk yang menipu, yang datang baik berkedok individu atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang meminta data dan uang agar bisa menerima bantuan dari para donatur. Setelah uang dan data didapat, terus para jahanam terkutuk itu seperti hilang ditelan bumi. Bukanlah hal yang mengherankan jika data – data dan kemiskinan dari penduduk desa, ‘dijual’ oleh para jahanam terkutuk itu untuk menipu supaya bisa mendapatkan dana dari para donator.
Para
calon pejabat atau pejabat daerah, yang menjanjikan harapan – harapan kosong
tentang perbaikan infrastruktur ini itu ataupun mensejahterakan masyarakat.
Jauh
dari Rumah Sakit Umum, apotik ataupun tenaga medis. Sisi positifnya, memaksa
warga untuk menjadi dokter bagi dirinya sendiri atau memiliki sikap pasrah
kepada Tuhan yang besar jika mengalami sakit berat, misalnya tergigit ular
berbisa.
Dan
lain sebagainya.
Rabu, 13 Juni 2012
PERJALANANKU : SEKARANG SAYA TAHU DAN SEHARUSNYA ANDA JUGA TAHU
Oleh Gregorius Mosed Karhindra, ST
Berdasarkan
pengalaman saya ke desa Taen Terong, kecamatan Riung, kabupaten Ngada, provinsi
Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bulan Mei 2012.
Melihat dan mengalami langsung hidup bersama masyarakat desa yang tidak
terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), pasokan air
bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jalan yang belum diaspal, dsb.
Dalam
perjalanan saya kali ini, saya bertemu dengan banyak orang termasuk dengan
bapak Anselmus, seorang petani yang pikirannya dibuka oleh Tuhan untuk mengubah
mesin perontok padi miliknya yang telah rusak dikombinasikan dengan dinamo
(generator) menjadi alat untuk membangkitkan listrik, yang mampu
menyalakan beberapa lampu di rumahnya untuk menerangi dan membantu aktifitas keluarganya
di malam hari walaupun hanya untuk beberapa jam mengingat jumlah solar yang ada
sebagai bahan bakar.
Setelah
bertukar pikiran dengan bapak Anselmus, saya mengetahui kalau bapak Anselmus
yang hidup di daerah pedesaan dan terpencil yang tidak terlayani pasokan
listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), jauh dari sumber informasi untuk
menunjang aktifitasnya (internet, buku panduan membangun pembangkit listrik,
dsb), jauh dari toko yang menjual alat listrik, dsb, bukanlah seorang seorang
sarjana ataupun pernah mengalami pendidikan tinggi di Universitas. Bapak
Anselmus sungguh hanyalah seorang petani yang kegiatan sehari – harinya
berhubungan dengan sawah dan ternak, yang melihat orang lain yang membuat alat
tersebut kemudian mencoba membuatnya sendiri dengan dana sendiri.
Dengan
penjelasan di atas, seperti memberitahukan kepada saya, anda dan semuanya,
bahwa semua manusia dianugerahi oleh Tuhan, potensi otak yang bisa berpikir dan
menemukan solusi atas permasalahan hidupnya layaknya orang yang mengalami
pendidikan tinggi, apapun jenjang pendidikan formalnya. Dengan kenyataan ini,
baiklah kita menganggap orang – orang yang menggangap orang – orang yang hidup
di pedesaan dan daerah terpencil adalah orang – orang bodoh yang tidak tahu apa
– apa mengenai cara bagi kemajuan hidup mereka, kemudian ‘menjual’ sebagai
alasan untuk untuk mendapatkan beasiswa, dana ataupun kedudukan sebagai pejabat
publik, adalah ORANG – ORANG BODOH itu
sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)