Oleh
Gregorius Mosed Karhindra, ST
Sebagian
besar masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) sampai tahun 2012 dan entah sampai kapan,
terlebih yang berada di pedesaan atau daerah terpencil hidup tanpa sarana dan
prasarana yang mendukung bagi kemajuan dalam bidang pendidikan, kesehatan,
transportasi dan lain sebagainya.
Beasiswa
ke luar negeri bagi putra / putri Nusa Tenggara Timur (NTT) dari pemerintah
luar negeri seperti Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan lain
sebagainya adalah angin segar dan kesempatan untuk maju dalam bidang pendidikan
yang tidak boleh disia-siakan.
Melalui beasiswa,
diharapkan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa mengalami kemajuan dimulai dari bidang pendidikan kemudian
merambah ke bidang lainnya. Dalam artian putra / putri Nusa Tenggara Timur
(NTT) yang telah menyelesaikan studi master (S2) di luar negeri, pulang kembali
ke daerah Nusa Tenggara Timur (NTT) dan membangun masyarakat Nusa Tenggara
Timur (NTT) secara keseluruhan berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya.
Pemberian
beasiswa sudah berlangsung lama bahkan sudah ada yang berlangsung puluhan tahun
dimana seharusnya masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) bisa dikategorikan maju.
Tetapi pada kenyataannya, Nusa Tenggara Timur (NTT) tetap menyandang predikat
‘Nusa Terus Tertinggal’ dibuktikan dalam banyak hal. Misalnya nilai UN SD, SMP
dan SMA yang menempati peringkat terbawah secara rata-rata keseluruhan se Republik
Indonesia, jumlah keluarga miskin, dan lain sebagainya.
Pertanyaan
yang bisa dikemukakan adalah mengapa tidak terjadi keharmonisan antara tujuan
pemberian beasiswa dan kemajuan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) secara
umum atau pemberian beasiswa tidak membuat kemajuan signifikan bagi mayoritas
masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT).
Berikut
adalah beberapa pendapat yang bisa dijadikan alasan :
- Alumni beasiswa tidak menerapkan ilmu yang didapat di luar negeri kepada masyarakat secara langsung dalam bentuk pelatihan yang berkelanjutan.
- Kalaupun ada yang menerapkan ilmu yang didapat di luar negeri tapi tidak menjadi kebutuhan masyarakat. Contohnya, lulusan sarjana hukum menceramahi masyarakat pentingnya memahami hukum. Sedangkan yang masyarakat butuhkan sebagai kebutuhan mendesak adalah cara beternak atau bertani yang baik atau cara memanfaatkan sungai, angin, kotoran ternak dan panas matahari untuk membangkitkan tenaga listrik, dan lain sebagainya.
- Alumni beasiswa lebih banyak bercerita pengalaman sebelum mendapat beasiswa bukan aksi setelah mendapat beasiswa untuk kepentingan masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT). Seolah-olah mendapatkan beasiswa ke luar negeri adalah bukti kesuksesan dan tujuan perjuangan.
- Rendahnya kesungguhan alumni beasiswa untuk melakukan aksi menolong yang nyata karena memikirkan diri sendiri. Bahkan ada yang setelah lulus dari studi master (S2) di luar negeri, kembali ke wilayah Indonesia tapi bekerja di luar wilayah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
- Tidak terakomodirnya putra / putri Nusa Tenggara Timur (NTT) yang siap dan sudah buktikan berani terjun ke dalam kehidupan masyarakat terpencil di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai penerima beasiswa karena memiliki kemampuan berbahasa inggris yang rendah atau belum mencapai syarat minimum nilai toefl.
dan lain sebagainya.
Dengan demikian, cocoklah hubungan
antara gagalnya tujuan pemberian beasiswa dengan ketertinggalan mayoritas masyarakat
Nusa Tenggara Timur (NTT) terlebih yang tinggal di pedesaan atau daerah
terpencil. Atau dengan kata lain bagi masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT)
terlebih yang hidup di daerah terpencil, kemajuan oleh sebab pemberian beasiswa
kepada putra / putri Nusa Tenggara Timur (NTT) yang tidak pernah bahkan tidak
mau hidup atau merasakan hidup di daerah pedesaan atau terpencil dalam kurun
waktu lama (> 6 bulan) atau bidang peminatan pendidikan tidak sesuai
kebutuhan masyarakat di daerah pedesaan atau terpencil, sungguh hanyalah sebuah
cerita dongeng.
Sebagai kesimpulan, sungguh ironi dan memilukan
hati, pemberian beasiswa sebagai sarana bagi kemajuan masyarakat Nusa Tenggara
Timur (NTT) secara keseluruhan dalam mengoptimalkan sumber daya alam dan
manusia yang tersedia di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) malah menjadi
seperti tujuan paling penting sebagai bukti kemajuan. Dengan demikian kemajuan
masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT) secara keseluruhan apalagi yang hidup di
pedesaan atau daerah terpencil sebagai akibat dari pemberian beasiswa ke luar
negeri, adalah sungguh sebuah dongeng. Bahkan dengan melihat sebagian perilaku
alumni beasiswa yang mementingkan kemajuan diri sendiri dan hanya bisa menceritakan kemajuan yang didapat oleh
sebab lulusan dari luar negeri ke orang lain, bisa menjadi dongeng yang indah
bagi sebagian orang yang berambisi mencapai posisi yang sama, sedangkan bagi
sebagian besar yang lain yang hidup di pedesaan atau daerah terpencil yang
kemiskinan dan ketertinggalannya ‘dijual’ sebagai alasan untuk mendapatkan
beasiswa dan kemudian yang didapat adalah cerita pengalaman hidup dan tentang
keadaan di luar negeri adalah sungguh dongeng paling menjijikan.
Lanjutkan tulisannya.. coba hubungi Pos Kupang atau Timex untuk masukan tulisannya..
BalasHapusmasukin aja di pos kupang ...
BalasHapusCerita ini hanyalah akan menjadi sebuah dongeng yang menjijikan termasuk penulisnya APABILA tidak berani dimuat di koran lokal
BalasHapussebuah tulisan yang menjijikan