Selasa, 19 Juni 2012

SOLUSI KECIL MELAWAN KETERTINGGALAN SEBAGIAN BESAR MASYARAKAT NUSA TENGGARA TIMUR (NTT) : BAGIAN 2


Oleh Gregorius Mosed Karhindra, ST

Berdasarkan pengalaman saya ke desa Taen Terong, kecamatan Riung, kabupaten Ngada, provinsi Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bulan Mei 2012. Melihat dan mengalami langsung hidup bersama masyarakat desa yang tidak terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), pasokan air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jalan yang belum diaspal, dsb.

Ketika berdiskusi dengan beberapa warga desa Taen Terong, saya mengetahui begitu banyak solusi yang sudah dipikirkan untuk mengatasi keterbatasan, seperti membangun saluran air ke setiap rumah, dsb. Tetapi begitu banyak solusi yang tidak bisa dilakukan karena terbentur masalah dana.

Sampai tahun 2012 dan entah sampai kapan, Indonesia masih dicengkeram korupsi. Jadi jika bantuan dari para donatur untuk masyarakat pedesaan dan terpencil dalam bentuk dana (uang tunai) atau dengan kata lain ‘roti 1 pan’ maka dalam ‘perjalanan’ menuju ‘sasaran’ tidaklah mengherankan jika ‘digigit’. Dan ketika sampai ke masyarakat pedesaan dan terpencil sudah dalam bentuk ‘remah’ bahkan tidak ada sama sekali.
Jika memang harus dalam bentuk dana maka sebaiknya harus melalui orang kepercayaan donatur.

Jika tidak dalam bentuk dana maka baiklah para donatur membantu dengan membelikan barang – barang, misalnya selang, pipa dan pompa air untuk membangun saluran air dari mata air / sumur ke rumah warga.

Kebutuhan yang paling mendesak adalah sarana jalan umum yang baik (sudah diaspal)  agar memudahkan transportasi. Sehingga hasil bumi bisa mudah dijual untuk bisa mendapatkan dana.
Untuk membangun jalan, dibutuhkan dana yang besar > Rp. 100 juta. Tentulah ini berat dilakukan.

Solusi kecil lain yang paling mudah, yang saya tawarkan dalam kesempatan ini adalah membangun perpustakaan sederhana. Perpustakaan sederhana yang berisikan buku – buku sekalipun bekas pakai, yang bisa membuat masyarakat pedesaan dan terpencil bisa mengetahui cara untuk mengembangkan diri dengan lebih baik.
Contohnya: buku – buku pelajaran (Matematika, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, Olahraga, Kesenian, dsb) untuk anak sekolah, buku – buku cara membangun pembangkit listrik sederhana dengan teknologi energy terbarui (renewable energy), buku – buku kesehatan, buku – buku cara beternak sapi / kerbau / kuda / ayam / ikan lele / kambing / domba, dst, buku – buku cara merawat mesin traktor / perontok padi, dst, buku – buku pertanian, dan buku – buku pengembangan diri lainnya.

Sebagai kesimpulan, ada begitu banyak cara berbagi kasih yang bisa diperbuat terlebih kepada mereka yang diberkati Tuhan dengan kelimpahan dana.

LITTLE SOLUTION AGAINST THE MOST BACKWARDNESS OF EAST NUSA TENGGARA (NTT) : PART 2


By Gregorius Mosed Karhindra, ST

Based on my experience to the village Taen Terong, sub Riung, Ngada regency, East Nusa Tenggara province, Republic of Indonesia, in May 2012. See and experience life directly with villagers who are not served by electricity supply from PLN (Perusahaan Listrik Negara / State Electricity Company), the supply of clean water from PDAM  (Perusahaan Daerah Air Minum / Regional Water Company), have paved roads, etc.

When discussing with several villagers Taen Eggplant, I know so many solutions that have been devised to overcome the limitations, such as building a water channel to every house, and so on. But so many solutions that can not be done due to hit the fund.


Until 2012 and who knows how long, Indonesia is still gripped by corruption. So if assistance from donors for rural and remote communities in the form of money (cash) or in other words 'bread pan 1' then the 'journey' towards the 'target' is not surprising that 'bite'. And when it comes to rural and remote communities are in the form of 'crumbs' does not even exist at all.
If you do have the funds then you should go through the trust donors.

If not in the form of grants, as well as from donors to help by buying items such as hoses, pipes and pumps water to a canal from the spring / well to the house residents.

The most urgent needs is a good means of public roads (already paved) to facilitate transport. So that the agriculture products could easily be sold to get funds.
To build a road, requires substantial funds > Rp. 100 million. This must have been hard to do.

Another small solution of the easiest, I offer this opportunity is to build a simple library. Simple library that contains books - even second-hand books, which can make rural and remote communities can find ways to develop themselves better.
Examples: textbooks (Math, English, Indonesian, Science, Social, Sports, Arts, etc.) for students, the books of to build simple power plants with renewable energy technologies (renewable energy), medical books , the books of how to raise cattle / buffalo / horse / chicken / catfish / goat / sheep, etc., the books to take care of the machine tractor / thresher rice, etc., the books of agriculture, and the other of self-improvement books.

In conclusion, there are so many ways to share the love that could be done in advance to those who are blessed by God with an abundance of funds.

MY JOURNEY : THEY REALLY THERE AND FIGHT AGAINST IT

By Gregorius Mosed Karhindra, ST

Based on my experience to the village Taen Terong, sub Riung, Ngada regency, East Nusa Tenggara province, Republic of Indonesia, in May 2012. See and experience life directly with villagers who are not served by electricity supply from PLN (Perusahaan Listrik Negara / State Electricity Company), the supply of clean water from PDAM  (Perusahaan Daerah Air Minum / Regional Water Company), have paved roads, etc.


Living with villagers TaenTerong even if only for a week, I could also feel the weight of life's challenges everyday to be served the community.

In real life - the day, the villagers fought against it, such as:



The absence of service  from PLN (cheap power source), making many villagers use oil lamps for lighting sources to activities in the evening.
There really are able to buy a generator set (genset) as a solution to overcome the absence of a power source, but with limited funding, this solution only for a few hours. As well as Solar Cell, but only for a few hours and little power.
Most of the villagers who live in poverty, using oil lamps as the main source of lighting. This means that they must fight against the dim light can damage the health of the senses of vision as well as the sense of breathing. If you do not believe, PROVE BY YOURSELF ...!


The absence of service  from PDAM (water source), makes the villagers rely on springs / wells that were located far away from home (can be> 100 m) for drinking and whatnot. With distance from water sources, meaning that required more effort and time to bring it home. For kids who are students who go to reach their dreams, this is a serious problem for time to study in order to understand the subject matter found in the school. Because the activity is carried out to draw water when the sun is illuminating the earth, meaning that the kids get ready to face an oil lamps in the evenings for study time.
Heavy if reversed, learning the afternoon, evening bucket of water. Because the situation a dark night, cold and face the risk of wild animals such as snakes.



The absence of good public roads (already paved). Until May 2012, the condition of dirt roads and rocky, making transportation of goods both crops and humans, it becomes very difficult to travel. Moreover, if during the rainy season.

Scarcity of adequate public transportation such as bemo, buses and trucks. If anything, just passing at certain hour or rented to transport agricultural products.



The damn accursed who deceived, who come either under the guise of an individual or NGO (Non Governmental Organization) is requesting data and money in order to receive assistance from the donator. Once the money and the data obtained, kept the damn accursed like lost in the earth. It is not surprising that the data and the poverty of the villagers, 'sold' by the damn accursed to cheat in order to get funds from donors.

Prospective officials or local officials, which promises the empty hopes about these infrastructure improvements, or to the welfare of society.
Far from the General Hospital, pharmacy or medical personnel. On the positive side, forcing residents to become a doctor for themselves or have an attitude of surrender to God's great if you have severe pain, such as a poisonous snake bite.

And so forth.

As a conclusion, they, the people who live with the limitations, are fighter. And also let their eyes (people living with limitations) to see the damn accursed who 'sell' their backwardness and poverty for the prosperities, without even the slightest share with them, experiencing plagues of God, like ALL TYPES OF CANCER,
STROKE AND OTHER DEADLY DISEASES.




 

PERJALANANKU : MEREKA SUNGGUH DI SANA DAN BERJUANG MELAWAN ITU


Oleh Gregorius Mosed Karhindra, ST

Berdasarkan pengalaman saya ke desa Taen Terong, kecamatan Riung, kabupaten Ngada, provinsi Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bulan Mei 2012. Melihat dan mengalami langsung hidup bersama masyarakat desa yang tidak terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), pasokan air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jalan yang belum diaspal, dsb.

Hidup bersama masyarakat desa Taen Terong walaupun hanya untuk 1 minggu, saya bisa turut merasakan beratnya tantangan hidup sehari – hari yang  harus dijalani masyarakat.

Dalam kehidupan sehari – hari, masyarakat desa berjuang melawan hal – hal berikut :


Ketiadaan pelayanan dari PLN (sumber listrik yang murah), membuat masyarakat desa banyak yang menggunakan lampu minyak sebagai sumber penerangan untuk beraktifitas di malam hari.
Benar ada yang mampu beli generator set (genset) sebagai solusi mengatasi ketiadaan sumber listrik, tapi dengan dana yang terbatas, solusi ini hanya untuk beberapa jam. Juga Solar Cell tapi sama hanya untuk beberapa jam dan dayanya kecil.
Sebagian besar masyarakat desa yang hidup dalam kemiskinan, menggunakan lampu minyak sebagai sumber penerangan utama. Artinya mereka harus berjuang melawan redupnya cahaya yang bisa mengganggu kesehatan indera penglihatan sekaligus indera pernafasan. Jika tidak percaya, BUKTIKAN SENDIRI...!!!


Ketiadaan pelayanan dari PDAM (sumber air bersih), membuat masyarakat desa mengandalkan mata air / sumur yang jaraknya jauh dari rumah ( bisa > 100 m) untuk minum dan yang lainnya. Dengan jarak yang jauh dari sumber air, artinya diperlukan tenaga dan waktu yang lebih untuk membawanya ke rumah. Bagi anak – anak yang bersekolah untuk menggapai cita – citanya, ini adalah masalah serius untuk waktu belajarnya agar bisa memahami materi pelajaran yang didapatkan di sekolah. Karena kegiatan menimba air ini dilakukan saat matahari masih menerangi bumi, artinya anak – anak bersiap – siap menghadapi lampu minyak di malam hari untuk waktu belajarnya.
Berat sekali jika dibalik, belajar sore, malam timba air. Karena situasi malam yang gelap, dingin dan resiko menghadapi hewan – hewan liar seperti ular.


Ketiadaan jalan umum yang baik (sudah diaspal). Sampai Mei 2012, kondisi jalan tanah dan berbatu, membuat transportasi, baik barang hasil bumi dan manusia, menjadi susah sekali untuk melakukan perjalanan. Apalagi jika saat musim hujan.

Kelangkaan alat transportasi publik yang memadai seperti bemo, bis dan truk. Kalaupun ada, hanya melintas di jam – jam tertentu atau ada sewaan untuk mengangkut hasil bumi.


Para jahanam terkutuk yang menipu, yang datang baik berkedok individu atau LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang meminta data dan uang agar bisa menerima bantuan dari para donatur. Setelah uang dan data didapat, terus para jahanam terkutuk itu seperti hilang ditelan bumi. Bukanlah hal yang mengherankan jika data – data dan kemiskinan dari penduduk desa, ‘dijual’ oleh para jahanam terkutuk itu untuk menipu supaya bisa mendapatkan dana dari para donator.

Para calon pejabat atau pejabat daerah, yang menjanjikan harapan – harapan kosong tentang perbaikan infrastruktur ini itu ataupun mensejahterakan masyarakat.

Jauh dari Rumah Sakit Umum, apotik ataupun tenaga medis. Sisi positifnya, memaksa warga untuk menjadi dokter bagi dirinya sendiri atau memiliki sikap pasrah kepada Tuhan yang besar jika mengalami sakit berat, misalnya tergigit ular berbisa.

Dan lain sebagainya.

Sebagai kesimpulan, mereka, masyarakat yang hidup dengan penuh keterbatasan, sungguh adalah pejuang. Dan juga baiklah mata mereka (masyarakat yang hidup dengan penuh keterbatasan) melihat para jahanam yang ‘menjual’ ketertinggalan dan kemiskinan mereka untuk kesejahteraan, tanpa berbagi bahkan sedikitpun dengan mereka, mengalami tulah dari Tuhan, seperti SEGALA JENIS PENYAKIT KANKER, STROKE DAN PENYAKIT MEMATIKAN LAINNYA.










Rabu, 13 Juni 2012

PERJALANANKU : SEKARANG SAYA TAHU DAN SEHARUSNYA ANDA JUGA TAHU




Oleh Gregorius Mosed Karhindra, ST

Berdasarkan pengalaman saya ke desa Taen Terong, kecamatan Riung, kabupaten Ngada, provinsi Nusa Tenggara Timur, Negara Kesatuan Republik Indonesia, bulan Mei 2012. Melihat dan mengalami langsung hidup bersama masyarakat desa yang tidak terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), pasokan air bersih dari PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum), jalan yang belum diaspal, dsb.

Dalam perjalanan saya kali ini, saya bertemu dengan banyak orang termasuk dengan bapak Anselmus, seorang petani yang pikirannya dibuka oleh Tuhan untuk mengubah mesin perontok padi miliknya yang telah rusak dikombinasikan dengan dinamo (generator) menjadi alat untuk membangkitkan listrik, yang mampu menyalakan beberapa lampu di rumahnya untuk menerangi dan membantu aktifitas keluarganya di malam hari walaupun hanya untuk beberapa jam mengingat jumlah solar yang ada sebagai bahan bakar.

Setelah bertukar pikiran dengan bapak Anselmus, saya mengetahui kalau bapak Anselmus yang hidup di daerah pedesaan dan terpencil yang tidak terlayani pasokan listrik dari PLN (Perusahaan Listrik Negara), jauh dari sumber informasi untuk menunjang aktifitasnya (internet, buku panduan membangun pembangkit listrik, dsb), jauh dari toko yang menjual alat listrik, dsb, bukanlah seorang seorang sarjana ataupun pernah mengalami pendidikan tinggi di Universitas. Bapak Anselmus sungguh hanyalah seorang petani yang kegiatan sehari – harinya berhubungan dengan sawah dan ternak, yang melihat orang lain yang membuat alat tersebut kemudian mencoba membuatnya sendiri dengan dana sendiri.

Dengan penjelasan di atas, seperti memberitahukan kepada saya, anda dan semuanya, bahwa semua manusia dianugerahi oleh Tuhan, potensi otak yang bisa berpikir dan menemukan solusi atas permasalahan hidupnya layaknya orang yang mengalami pendidikan tinggi, apapun jenjang pendidikan formalnya. Dengan kenyataan ini, baiklah kita menganggap orang – orang yang menggangap orang – orang yang hidup di pedesaan dan daerah terpencil adalah orang – orang bodoh yang tidak tahu apa – apa mengenai cara bagi kemajuan hidup mereka, kemudian ‘menjual’ sebagai alasan untuk untuk mendapatkan beasiswa, dana ataupun kedudukan sebagai pejabat publik, adalah ORANG – ORANG BODOH itu sendiri.

Sebagai kesimpulan, putus sekolah karena berbagai alasan bukanlah hambatan penting bagi kemajuan seseorang. Sikap yang terus tekun belajar adalah benar satu syarat penting bagi kemajuan seseorang selain fasilitas penunjang.

MY JOURNEY : NOW I KNOW AND YOU SHOULD KNOW TOO




By Gregorius Mosed Karhindra, ST

Based on my experience to the village Taen Terong, sub Riung, Ngada regency, East Nusa Tenggara province, Republic of Indonesia, in May 2012. See and experience life directly with villagers who are not served by electricity supply from PLN (Perusahaan Listrik Negara / State Electricity Company), the supply of clean water from PDAM  (Perusahaan Daerah Air Minum / Regional Water Company), have paved roads, etc.

In my current journey, I met many people including Mr. Anselmus, a farmer whose minds are opened by God to change his thresher engine that had broken in combination with the dynamo (generator) into a tool to generate electricity, which can turn some lights in the house to illuminate and help the family activities at night despite for a few hours considering the amount of diesel fuel that is as fuel.

After discussing with Mr. Anselmus, I know if Mr. Anselmus had been living in rural and remote areas not served by electricity supply from PLN, away from sources of information to support his activities (internet, manual build power plants, etc.) , far from a store that sells power tools, etc., not a scholar or have experienced a higher education at the University. Mr. Anselmus was just a farmer who daily activities associated with rice fields and cattle, which saw other people who made the tool and then try to make it for his own with his own funds.

With the above explanation, as to tell me, you and everyone, that all men are endowed by God, the potential of the brain that can think and find solutions for problems of life as people with higher education, regardless of formal education. With this reality, let us assume the people who regard the people who live in rural and remote areas are the stupid people who do not know what about a way for the progress of their life, then 'sell' as an excuse to to get a scholarship , money or status as a public official, is THE FOOL PEOPLE itself.

In conclusion, out of school for various reasons is not a major obstacle to the progress of a person. Attitude that continues to diligently study is an important requirement for true progress of a person beside supporting facilities.